A. Tinjauan Pustaka
1 Batako
Kerusakan lahan pertanian yang disebabkan oleh pembuatan batu bata dan kebutuhan yang semakin meningkat menjadikan permintaan akan bahan bangunan juga semakin meningkat. Batako sebagai alternatif pengganti bata merah untuk bangunan dinding diharapkan mampu mengatasi permasalahan tersebut. Batako merupakan bahan bangunan yang berupa bata cetak alternatif pengganti batu bata yang tersusun dari komposisi antara pasir, semen portland dan air dengan perbandingan 1 semen : 7 pasir. Batako difokuskan sebagai konstruksi-konstruksi dinding bangunan non struktural.
Bentuk dari batako/batu cetak itu sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu batu cetak yang berlubang (hollow block) dan batu cetak yang tidak berlubang (solid block) serta mempunyai ukuran yang bervariasi. Supribadi (1986: 5) menyatakan bahwa batako adalah “Semacam batu cetak yang terbuat dari campuran tras, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu”.
Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, “Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab”.
Menurut SNI 03-0349-1989, “Conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding”.
Sedangkan Frick Heinz dan Koesmartadi (1999: 96) berpendapat bahwa: ” Batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal dengan nama batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air)”.
Dari beberapa pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan jerami sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya (additive). Kemudian dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu dan dimana proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan, tetapi dalam pembuatannya dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
2 Beton Ringan (Lightweight Concrete)
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk mengurangi berat jenis beton atau membuat beton lebih ringan antara lain adalah sebagai berikut (Tjokrodimuljo, 1996).
(1) Dengan membuat gelembung-gelembung gas/udara dalam adukan semen sehingga terjadi banyak pori-pori udara di dalam betonnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menambah bubuk alumunium kedalam campuran adukan beton.
(2) Dengan menggunakan agregat ringan, misalnya tanah liat bakar, batu apung atau agregat buatan sehingga beton yang dihasilkan akan lebih ringan dari pada beton biasa.
(3) Dengan cara membuat beton tanpa menggunakan butir-butir agregat halus atau pasir yang disebut beton non pasir.
Secara garis besar bila diringkas pembagian penggunaan beton ringan dapat dibagi tiga yaitu (Tjokrodimuljo, 1996):
(1) Untuk nonstruktur dengan berat jenis antara 240 kg/m3 sampai 800 kg/m3 dan kuat tekan antara 0.35 MPa sampai 7 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding pemisah atau dinding isolasi.
(2) Untuk struktur ringan dengan berat jenis antara 800 kg/m3 sampai 1400 kg/m3 dan kuat tekan antara 7 MPa sampai 17 MPa yang umumnya digunakan seperti untuk dinding yang juga memikul beban.
(3) Untuk struktur dengan berat jenis antara 1400 kg/m3 sampai 1800 kg/m3 dan kuat tekan lebih dari 17 MPa yang dapat digunakan sebagaimana beton normal.
Tabel 1. Pembagian Beton Menurut Penggunaan dan Persyaratannya
Pustaka Jenis beton ringan Berat jenis (kg/m3) Kuat tekan (MPa)
Dobrowolski (1998) Beton dengan berat jenis rendah
(Low-Density concretes) 240 – 800 0,35 – 6,9
Beton dengan kekuatan menegah
(Moderate-Trength Lighweight Concretes)
800 – 1440 6,9 – 17,3
Beton ringan struktur
(Structural Lightweight Concretes) 1440 – 1900 > 17,3
Neville and Brooks (1987) Beton ringan struktur (Structural Lightweight Concretes) 1400 – 1800 > 17
Beton ringan untuk pasangan batu (Masonry Concrete) 500 – 800 7 – 14
Beton ringan penaan panas (Insulating Concrete) < 800 0,7 – 7
a. Bahan Penyusun Batako
Dalam pembuatan batako pada umumnya bahan yang digunakan adalah pasi, semen dan air atau tanpa bahan tambahan. Berikut ini akan dijelaskan sekilas mengenai bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan batako.
1) Portland Cement (PC)
Semen adalah bahan yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif digunakan sebagai bahan pengikat (Bonding material) yang dipakai bersama batu kerikil, pasir, dan air. Semen Portland akan mengikat butir-butir agregat (halus dan kasar) setelah diberi air dan selanjutnya akan mengeras menjadi suatu massa yang padat.
Portland Cement merupakan bahan utama atau komponen beton terpenting yang berfungsi sebagai bahan pengikat an-organik dengan bantuan air dan mengeras secara hidrolik. Portland Cement harus memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam PBI (1971). Portland Cement inilah yang dapat menyatukan antara agregat halus dan agregat kasar sehingga mengeras menjadi beton. Adapun komponen–komponen bahan baku Portland cement yang baik yaitu (Tjokrodimuljo, 1996):
(1) Batu kapur (CaO) = 60 – 67%
(2) Pasir Silika (SiO2) = 17 – 25%
(3) Alumina (Al2O3) = 0,3 – 0,8%
(4) Tanah Liat (Al2O3) = 0,3 – 0,8%
(5) Magnesia (MgO) = 0,3 – 0,8%
(6) Sulfur (SO3) = 0,3 – 0,8%
Kardiyono (1996: 6) menyebutkan bahwa pada dasarnya dapat disebutkan 4 unsur yang paling penting dari Portland Cement adalah:
(1) Trikalsium Silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2
(2) Dikalsium Silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2
(3) Trikalsium Aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3
(4) Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF) atau 4CaO.Al2O3.FeO3
Menurut Sagel et al (1994:1) “Semen Portland adalah semen hidrolis yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan tambahan yang biasa digunakan yaitu gypsum”. Selanjutnya Nawy (1990: 9) memberikan pengertian semen portland (PC) adalah :
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi utamanya adalah kalsium atau batu kapur (CaO), Alumunia (Al2O3), Pasir silikat (SiO2) dan bahan biji besi (FeO2) dan senyawa-senyawa MgO dan SO3, penambahan air pada mineral ini akan menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti batu.
Apabila butiran-butiran Portland Cement berhubungan dengan air, maka butiran-butiran tersebut akan pecah-pecah dengan sempurna sehingga menjadi hidrasi dan membentuk adukan semen. Jika adukan tersebut ditambah dengan pasir dan kerikil yang diaduk bersama akan menghasilkan adukan beton. Ismoyo (1996: 156) mengatakan, “Semen portland adalah sebagai bahan pengikat yang melihat dengan adanya air dan mengeras secara hidrolik”. Selanjutnya Murdock dan Brook (1991: 66) mengatakan :
Semen adalah suatu jenis bahan yang memiliki sifat (adhesif) dan kohesif (cohesive) yang memungkinkan melekatnya fragmen-fragmen mineral menjadi suatu massa yang padat. Meskipun definisi ini dapat diterapkan untuk banyak jenis bahan, semen yang dimaksudkan untuk konstruksi beton bertulang adalah bahan jadi dan mengeras dengan adanya air yang dinamakan semen hidrolis (hidrolic cements).
Dari beberapa pendapat tentang sifat semen dapat diambil pengertian bahwa semen portland adalah suatu bahan pengikat yang mempunyai sifat adhesif dan kohesif yang memungkinkan fragmen-fragmen mineral saling melekat satu sama lain apabila dicampur dengan air dan selanjutnya mengeras membentuk massa yang padat.
Semen hidrolis meliputi semen portland, semen putih dan semen alumunia. Untuk pembuatan beton digunakan semen portland dan semen portland pozzoland. Semen portland merupakan semen hidrolis yang dihasilkan dari bahan kapur dan bahan lempung yang dibakar sampai meleleh, setelah terbentuk klinker yang kemudian dihancurkan, digerus dan ditambah dengan gips dalam jumlah yang sesuai. Sedangkan semen portland pozzoland adalah semen yang dibuat dengan menggilang bersama-sama klinker semen portland dan bahan yang mempunyai sifat pozzoland (Kardiyono, 1996: 11).
Semen portland yang digunakan sebagai bahan struktur harus mempunyai kualitas yang sesuai dengan ketepatan agar berfungsi secara efektif. Pemeriksaaan dilakukan terhadap yang masih berupa bentuk kering, pasta semen yang telah keras, dan beton yang dibuat darinya.
Sifat kimia yang perlu mendapat perhatian adalah kesegaran semen itu sendiri. Semakin sedikit kehilangan berat berarti semakin baik kesegaran semen. Dalam keadaan normal kehilangan berat sekitar 2% dan maksimum kehilangan yang diijinkan 3%. Kehilangan berat terjadi karena adanya kelembaban dan karbondioksida dalam bentuk kapur bebas atau magnesium yang menguap.
2) Agregat Halus (Pasir)
Agregat halus (pasir) terdiri dari butiran sebesar 0,14-5 mm, didapat dari hasil disintegrasi batuan alam (natural sand) atau dapat juga dengan memecahnya (artifical sand), tergantung dari kondisi pembentukan tempat yang terjadinya. Pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut, pasir done yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa ketepi pantai.
Pasir merupakan bahan pengisi yang digunakan dengan semen untuk membuat adukan. Selain itu juga pasir berpengaruh terhadap sifat tahan susut, keretakan dan kekerasan pada batako atau produk bahan bangunan campuran semen lainnya.
Pasir yang digunakan untuk pembuatan batako harus bermutu baik yaitu pasir yang bebas dari lumpur, tanah liat, zat organik, garam florida dan garam sulfat. Selain itu juga pasir harus bersifat keras, kekal dan mempunyai susunan butir (gradasi) yang baik. Menurut Persyaratan Bangunan Indonesia (1982: 23) agregat halus sebagai campuran untuk pembuatan beton bertulang harus memenuhi syarat–syarat sebagai berikut:
(1) Pasir harus terdiri dari butir-butir kasar, tajam dan keras.
(2) Pasir harus mempunyai kekerasan yang sama
(3) Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila lebih dari 5 % maka agregat tersebut harus dicuci dulu sebelum digunakan. Adapun yang dimaksud lumpur adalah bagian butir yang melewati ayakan 0,063 mm.
(4) Pasir harus tidak boleh mengandung bahan-bahan organik terlalu banyak
(5) Pasir harus tidak mudah terpengaruh oleh perubahan cuaca
(6) Pasir laut tidak boleh digunakan sebagai agregat untuk beton
Selain itu untuk memperoleh pasir dengan gradasi yang baik perlu diadakan pengujian di laboratorium. Agregat halus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang telah ditentukan dalam PBI 1971, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
(1) Sisa diatas ayakan 4 mm, harus minimum 2 % dari berat total
(2) Sisa diatas ayakan 1 mm, harus minimum 10 % dari berat total
(3) Sisa diatas ayakan 0,22 mm, harus bekisar antara 80 % - 90 % dari berat total.
3) Air
Air yang dimaksud disini adalah air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan, harus berupa air bersih dan tidak mengandung bahan–bahan yang dapat menurunkan kualitas beton. Menurut PBI 1971 persyaratan dari air yang digunakan sebagai campuran bahan bangunan adalah sebagai berikut:
a) Air untuk pembuatan dan perawatan beton tidak boleh mengandung minyak, asam alkali, garam-garam, bahan-bahan organik atau bahan lain yang dapat merusak daripada beton.
b) Apabila dipandang perlu maka contoh air dapat dibawa ke Laboratorium Penyelidikan Bahan untuk mendapatkan pengujian sebagaimana yang dipersyaratkan.
c) Jumlah air yang digunakan adukan beton dapat ditentukan dengan ukuran berat dan harus dilakukan setepat-tepatnya.
Air yang digunakan untuk proses pembuatan beton yang paling baik adalah air bersih yang memenuhi syarat air minum. Jika dipergunakan air yang tidak baik maka kekuatan beton akan berkurang. Air yang digunakan dalam proses pembuatan beton jika terlalu sedikit maka akan menyebabkan beton akan sulit untuk dikerjakan, tetapi jika air yang digunakan terlalu banyak maka kekuatan beton akan berkurang dan terjadi penyusutan setelah beton mengeras.
3 Jerami
Menurut Penelitian Pertanian Tanaman Pangan (2002: 21) “Jerami segar mengandung 41,68% Karbon; 0,49% Nitrogen; 1,40% Phospor; dan 1,70% Kalium, sedangkan jerami lapuk mengandung 19,89% Karbon; 0,51% Nitrogen; 1,24% Phospor; dan 1,42% Kalium”. Sehingga untuk menghilangkan kadar organik yang terkandung pada jerami harus dilakukan pengeringan dengan cara dioven sampai kering tungku atau dapat diletakkan dibawah terik matahari sampai benar-benar kering. Dengan begitu jerami tersebut tidak lagi sebagai bahan organik atau bahan yang mengandung kadar organik.
Jerami padi yang digunakan sebagai bahan tambah pembuatan batako ini di tinjau dari jumlah penggunaan jerami padi pada pembuatan batako, yaitu dengan variasi jumlah jerami padi yang berbeda-beda. Pendapat Kardiyono (1996), “ Bahan tambah ialah bahan selain usur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang ditambah pada adukan beton, sebelum, segera atau selama pengadukan, untuk mengubah atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras”.
Dari uraian-uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud jerami sebagai bahan pengisi batako tidak berlubang adalah batang dari padi setelah pasca panen yang penggunaannya sebagai bahan pengisi batako tidak berlubang harus dikeringkan dengan cara dioven sampai kering tungku atau dapat diletakkan dibawah terik matahari sampai benar-benar kering.
b. Proses Pembuatan Batako
Dalam pembuatan batako tidak berlubang perbandingan antara semen dan pasir adalah 1 semen : 7 pasir kemudian diaduk hingga rata dalam keadaan kering. Kemudian diaduk lagi ditambahkan air secukupnya.
Untuk mengetahui kadar air dari suatu adukan ialah dengan cara membuat bola-bola dari adukan tersebut dan digenggam-genggam pada telapak tangan. Apabila bola adukan tersebut dijatuhkan dan hanya sedikit berubah bentuknya, berarti kandungan air dalam adukan terlalu banyak. Dan bila dilihat pada telapak tangan tidak berbekas air, maka kandungan air pada adukan tersebut kurang.
Proses pembuatan batako tidak berlubang dapat dilakukan dengan bahan dan peralatan yang sederhana antara lain: pasir, semen, air, pengadukan dan alat cetak. Penjelasannya adalah :
1) Jerami (batang padi pasca panen) diambil dari pangkal batang berjarak 2-3 cm dengan panjang 35 cm.
2) Jerami dikeringkan dengan cara dioven sampai kering tungku atau dijemur di bawah terik matahari sampai benar-benar kering.
3) Jerami dicampur dengan lem kayu sampai rata.
4) kemudian dipress dialat pengepresan selama 24 jam.
5) Jerami dibentuk seperti kubus dengan ukuran lebar x tinggi x panjang tertentu, yaitu (4x15x25 cm3; 4x10x25 cm3; 4x5x25 cm3; 5x15x30 cm3; 5x10x30 cm3, 5x5x30 cm3; 5x15x35 cm3; 5x10x35 cm3; 5x5x35 cm3).
6) Bila batako tidak berlubang menggunakan bahan dasar pasir (agregat halus yang berdiameter 0,14-4,76 mm) maka volume perbandingan adalah 7 pasir dan 1 semen.
7) Campuran tersebut kemudian ditambah air dan diaduk menjadi adukan mortar.
8) Adukan mortar dituang kedalam cetakan dengan ketinggian sesuai dengan variasi tinggi dari jerami sebagai pengisi adukan yang sudah di bentuk seperti kubus.
9) Masukkan jerami yang sudah dibentuk, kemudian adukan mortar dituangkan sampai permukaan.
10) Batako tidak berlubang yang sudah jadi disimpan di tempat tertutup agar terhindar dari sinar matahari langsung dan air hujan.
Guna memperoleh pengeringan dan keutuhan bentuk, batako tersebut didiamkan antara 3-5 hari dalam suhu kamar, kemudian diperlukan waktu antara 3-4 minggu sebelum batako bisa digunakan, semakin lama semakin baik kualitasnya. Selama pengerasan batako hendaknya dijaga agar tempat tersebut tetap lembab dan dihindarkan dari panas matahari maupun hujan secara langsung, sebaiknya batako disimpan ditempatkan di los tertutup.
a. Jenis dan Ukuran Batako
Ukuran dan jenis batako/bata cetak bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan. Ukuran batako yang standar adalah sebagai berikut Supribadi (1986: 58):
(1) Type A
Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlobang untuk tembok/dinding pemikul beban dengan tebal 20 cm.
(2) Type B
Ukuran 20 x 20 x 40 cm3 berlobang untuk tembok/dinding tebal 20 cm sebgai penutup atap pada sudut-sudut dan pertemuan-pertemuan.
(3) Type C
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 berlobang, digunakan sebagai dinding pengisi dengan tebal 20 cm.
(4) Type D
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 berlobang, digunakan sebagai dinding pengisi/pemisah dengan tebal 20 cm.
(5) Type E
Ukuran 10 x 20 x 40 cm3 tidak berlobang untuk tembok-tembok setebal 10 cm, juga dipergunakan sebagai dinding pengisi atau pemikul sebagai hubungan sudut-sudut dan pertemuan.
(6) Type F
Ukuran 8 x 20 x 40 cm3 tidak berlobang, digunakan sebagai dinding pengisi dengan tebal 20 cm.
Batako yang baik adalah yang masing-masing permukaannya rata dan saling tegak lurus serta mempunyai kuat tekan yang tinggi. Persyaratan batako menurut PUBI-(1982) pasal 6 antara lain adalah “permukaan batako harus mulus, berumur minimal satu bulan, pada waktu pemasangan harus sudah kering, berukuran panjang ± 400 mm, ± lebar 200 mm, dan tebal 100-200 mm, kadar air 25-35% dari berat, dengan kuat tekan antara 2-7 N/mm2”
Sisi-sisi batako harus mulus dan tegak lurus sama lain dan tidak mudah direpihkan dengan tangan. Sebelum dipakai dalam bangunan, maka batako minimal harus sudah berumur satu bulan dari proses pembuatannya, kadar air pada waktu pemasangan tidak lebih dari 15%.
b. Keuntungan dan Kerugian Pemakaian Batako
Menurut Supribadi (1986: 59), ada beberapa keuntungan dan kerugian apabila menggunakan batako sebagai pengganti batu bata. Diantara keuntungan yang diperoleh adalah:
1. Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan.
2. Pembuatan mudah dan ukuran dapat dibuat sama.
3. Ukurannya besar, sehingga waktu dan ongkos pemasangan juga lebih hemat.
4. Khusus jenis yang berlubang, dapat berfungsi sebagai isolasi udara.
5. Apabila pekerjaan rapi, tidak perlu diplester.
6. Lebih mudah dipotong untuk sambungan tertentu yang membutuhkan potongan.
7. Sebelum pemakaian tidak perlu direndam air.
Sedangkan kerugian pemakaian batako adalah sebagai berikut:
1. Karena proses pengerasannya butuh waktu yang cukup lama (± 3 minggu), maka butuh waktu yang lama untuk membuatnya sebelum memakainya.
2. Bila diinginkan lebih cepat membantu/mengeras perlu ditambah dengan semen, sehingga menambah biaya pembuatan.
3. Mengingat ukurannya cukup besar, dan proses pengerasannya cukup lama mengakibatkan pada saat pengangkutan banyak terjadi batako pecah.
Sedangkan menurut Frick Heinz dan Koesmartadi (1999: 97) batako mempunyai beberapa keuntungan:
Pemakaian bila dibandingkan dengan bata merah, terlihat penghematan dalam beberapa segi, misalnya setiap m2 luas dinding lebih sedikit jumlah batu yang dibutuhkan, sehingga kuantitatif terdapat poenghematan. Terdapat pula penghematan dalam pemakaian adukan sampai 75 %. Berat tembok diperingan dengan 50 %, dengan demikian fondasinya bisa berkurang. Bentuk batako yang bermacam-macam memungkinkan variasi yang cukup banyak, dan jika kualitas batako baik, maka tembok tidak perlu diplester dan sudah cukup menarik.
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pnggunaan batako untuk bahan bangunan mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian. Keuntungan menggunakan batako dalam bangunan adalah Tiap m2 pasangan tembok, membutuhkan lebih sedikit batako jika dibandingkan dengan menggunakan batu bata, berarti secara kuantitatif terdapat suatu pengurangan keuntungan lain dari penggunaan batako adalah akan mengurangi efek kerusakan lingkungan khususnya lahan pertanian yang dijadikan sebagai pembuatan batu bata. Sedangkan kerugiannya meliputi proses membuatnya membutuhkan waktu lama kurang lebih 3 minggu, pengangkutan bisa membuat pecah dan retak, karena ukurannya yang cukup besar dan proses membatunya cukup lama.
4 Kuat Tekan Batako
Pengertian kuat tekan atau batako dianalogikan dengan kuat tekan beton. Mengacu pada pada SK SNI M–14–1989–F tentang pengujian kuat tekan beton. Yang dimaksud kuat tekan beton adalah besarnya beban persatuan luas yang menyebabkan benda uji beton hancur bila dibebani dengan gaya tekan tertentu dihasilkan oleh mesin tekan. (Dinas Pekerjaan Umum, 1989: 4)
Sedangkan Tjokrodimulyo (1996: 59) menjelaskan bahwa ”Dalam teori teknologi beton dijelaskan bahwa faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kekuatan beton adalah : faktor air semen dan kepadatan, umur beton, jenis semen, jumlah semen, dan sifat agregat”.
Berdasarkan rumus diatas dapat dilihat bawa kuat tekan beton akan semakin tinggi bila luas penampang tekan semakin besar, dan juga faktor air semen juga sangat menentukan daripada kuat tekan. Untuk itu perlu dicari nilai faktor air semen (fas) yang optimum yang menghasilkan kuat tekan yang maksimum.
Menurut Tjokrodimulyo (1996: 60) mengatakan bahwa : ”Kuat tekan batako bertambah sesuai dngan bertambahnya umur beton itu”. Begitu juga untuk batako bertambahnya kuat tekan dipengaruhi umur batako yang dicapai. Kecepatan bertambahnya kuat tekan seiring dengan umur baan tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor air semen dan cara perawatannya.
Untuk memperoleh kuat tekan yang tinggi maka diperlukan agregat yang sudah diuji melalui uji agregat sehingga kuat tekannya tidak lebih rendah daripada pastanya. Tjokrodimulyo (1996: 60) menerangkan bahwa Sifat agregat yang paling berpengaruh terhadap kekuatan beton adalah kekasaran permukaan dan ukuran maksimumnya. Jumlah semen dapat menentukan kuat tekan dari batako, tetapi banyak sedikitnya jumlah semen yang dimaksudkan untuk meningkatkan kuat tekan batako harus diperhatikan nilai faktor air semen yang dihasilkan oleh adukan beton tersebut.
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan akhir adalah bahwa kuat tekan batako adalah kekuatan yang dihasilkan dari pengujian tekan oleh mesin uji tekan yang merupakan beban tekan keseluruhan pada waktu benda uji pecah dibagi dengan ukuran luas nominal batako atau besarnya beban persatuan luas.
5 Daya Serap Air (absorbsi)
Untuk pengujian penyerapan air, dipakai 3 (tiga) buah benda uji setiap variasi percobaan dalam keadaan utuh dengan peralatan sebagai berikut (SNI 03-2113-200):
a. Timbangan dengan ketelitian sampai 0,5% dari berat contoh uji.
b. Dapur pengering yang dapat mencapai suhu 105 ± 5 oC.
Benda uji seutuhnya direndam dalam air bersih yang bersuhu ruangan selama 24 jam. Kemudian benda uji diangkat dari rendaman, dan air sisanya dibiarkan meniris kurang lebih 1 menit, lalu permukaan benda uji diseka dengan kain lembab, agar air yang berlebihan yang masih melekat dibidang permukaan benda uji terserap kain lembab itu. Benda uji kemudian ditimbang (A). Setelah itu benda uji dikeringkan di dalam dapur pengering suhu pada 105 ± 5 °C sampai beratnya pada 2 kali penimbangan tidak berbeda lebih dari 0,2% dari penimbangan yang terdahulu (B). Selisih penimbangan dalam keadaan basah (A) dan dalam keadaan kering (B) adalah jumlah penyerapan air, dan harus dihitung berdasarkan prosen benda uji kering.
Untuk mengetahui besarnya prosentase daya serap air dari batako, dapat dihitung dengan rumus:
B. Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang pengujian batako antara lain adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Satyarno (2004) dengan judul Penggunaan Semen Putih untuk Beton Styrofoam Ringan (BATAFOAM) menunjukkan bahwa diperlukan perbandingan pasir dan styrofoam dalam volume campuran beton adalah sebagai berikut 1,0 : 0,0; 0,8 : 0,2; 0,6 : 0,4; 0,4 : 0,6; 0,2 : 0,8 dan 0,0 : 0,1 dari volume total. dari penelitian diatas dihasilkan dengan tiga kriteria, antara lain:
1) Untuk penggunaan nonstruktur dengan persyaratan kuat tekan 0.35 MPa sampai 7 MPa maka jumlah prosentase Styrofoam yang dipakai adalah antara 60% sampai 100%.
2) Untuk penggunaan struktur ringan dengan persyaratan kuat tekan antara 7 MPa sampai 17 MPa maka jumlah presentase Styrofoam yang dipakai antara 0% sampai 60% untuk kandungan semen 250 kg/m3 sampai 300 kg/m3 dan antara 20% sampai 60 % untuk kandungan semen 350 kg/m3 sampai 400 kg/m3.
3) Untuk penggunaan struktur dengan persyaratan kuat tekan lebih besar dari 17 MPa maka jumlah presentase Styrofoam yang dipakai antara 0% sampai 20 % untuk kandungan semen 350 kg/m3 sampai 400 kg/m3.
Dari hasil kuat tekan diatas semakin banyak prosentase penggunaan Styrofoam kuat tekan dan berat jenis semakin menurun. Dengan bahan pertimbangan diatas maka peneliti mencoba menggunakan bahan jerami padi sebagai bahan tambah batako untuk mendapatkan kuat tekan yang lebih maksimal untuk spesifikasi beton ringan dan memperoleh berta jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis batako biasa.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Ashari (1997) dengan judul Pengaruh Ampas Tebu Sebagai Campuran Bahan Baku Batako Terhadap Kuat Tekan menunjukkan bahwa ternyata dengan adanya variasi ampas tebu yang berbeda mempengaruhi kuat tekan batako tersebut. Hal tersebut ditunjukkan dari semakin besar prosentase (%) ampas tebu. Kuat tekan batako semakin menurun, tetapi mempunyai berat jenis yang lebih kecil dari batako biasa.
C. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian dalam kajian teori, penulis menguraikan kerangka berfikir sebagai berikut:
1. Pengaruh penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
Bila jerami padi digunakan sebagai bahan tambah pembuatan batako tidak berlubang diharapkan dapat memenuhi kuat tekan sebagai beton ringan yaitu antara 0,35 Mpa-7 Mpa.
Jika penambahan jerami padi dengan berbagai variasi jumlah digunakan sebagai bahan tambah dalam pembuatan batako diduga berpengaruh pada kuat tekan.
Kemudian dari uaraian diatas maka ditentukan variabel-variabel yang dipakai dalam penelitian ini. Sebagai variabel bebasnya adalah jerami padi dengan jumlah yang bervariasi, sedangkan kuat tekan batako tidak berlubang sebagai variabel terikat.
2. Penambahan jerami padi dengan jumlah yang tepat menghasilkan kuat tekan batako tidak berlubang yang maksimum.
Penambahan jerami padi dimaksudkan untuk mendapatkan dan mengetahui jumlah penambahan jerami padi yang tepat, sehingga menghasilkan kuat tekan maksimum pada batako tidak berlubang.
Jika penambahan jerami padi dengan jumlah yang tepat digunakan sebagai bahan tambah batako tidak berlubang maka diduga akan menghasilkan kuat tekan yang maksimum.
3. Pengaruh penambahan jerami padi terhadap daya serap air (absorbsi) pada batako tidak berlubang.
Penambahan jerami padi pada pembuatan batako akan mempengaruhi besarnya daya serap air (absorbsi). Semakin banyak penggunaan jerami padi pada pembuatan batako tidak berlubang maka dimungkinkan akan semakin besar daya serap airnya (absorbsi).
Jika penambahan jerami padi dengan berbagai variasi jumlah jerami padi dan dimensi tertentu pada batako tidak berlubang maka diduga akan diperoleh daya serap air (absorbsi) dengan prosentase yang berbeda-beda.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
1. Ada pengaruh positif penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
2. Penggunaan jerami padi dengan jumlah yang tepat adalah dengan dimensi 4 cm x 5 cm x 25 cm untuk memperoleh kuat tekan batako tidak berlubang yang maksimum.
3. Ada Pengaruh Positif penambahan jerami padi terhadap besarnya prosentase Daya serap air (absorbsi).
selamat datang di Blogs saya
Terima Kasih Telah Mengunjungi Blogs Saya
Kamis, 10 Juli 2008
inovasi beton ringan
BAB I
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang Masalah
Makin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap, dinding dan lantai. Salah satu masalah dilapangan saat ini yang perlu segera diatasi adalah masalah kebutuhan batu bata sebagai bahan dinding perumahan dan efek kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sebagaimana diketahui, kebutuhan masyarakat akan perumahan tidak pernah surut bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat dari kenyataan bahwa perumahan yang dibuat selalu laku terjual.
Adapun salah satu permasalahan utama dalam menyediakan rumah di Indonesia adalah tingginya biaya konstruksi bangunan dan lahan. Selama ini berbagai penelitian sudah dilakukan tetapi masih belum ditemukan alternatif teknik konstruksi yang effisien serta penyediaan bahan bangunan dalam jumlah besar dan ekonomis. Hal tersebut dapat memberikan suatu alternatif untuk memanfaatkan limbah-limbah industri yang dibiarkan begitu saja. Limbah industri untuk bahan campuran beton ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan (Triwulan dkk, 2004). Bahan tambah tersebut dapat berupa abu terbang (fly ash), pozolan, abu sekam padi (rice husk ash), abu ampas tebu (bagase furnace), dan jerami padi (batang padi pasca panen).
Pozolan adalah bahan alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif. Pozolan sendiri tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air dan kapur pada suhu normal (24-27o C) menjadi suatu masa padat yang tidak larut dalam air.
Sedangkan abu terbang (fly ash) dihasilkan dari sisa pembakaran batu bara yang merupakan sumber energi dalam proses industri, dihancurkan terlebih dahulu sebelum proses pembakaran. Serbuk batu bara dimasukkan kedalam
tungku pembakaran, yang kemudian mengalami perubahan fisik dan kimianya. Adapun abu sekam padi (rice husk ash) dihasilkan dari pembakaran sekam padi yang biasa dimanfaatkan untuk pembakaran untuk pembakaran bata merah atau genteng . Rahman Sudiyo (2008) menyatakan bahwa: ’’Sekam padi setelah dipurifikasi memiliki kandungan silika hingga 95%, sedangkan abu terbang memiliki kandungan 90%.”
Abu ampas tebu yang merupakan abu sisa pembakaran ampas tebu (bagase) sebagai bahan tambahan dalam mortar yang banyak memiliki kandungan senyawa silikat (SiO2) yang juga merupakan bahan baku utama dari semen biasa (portland), pemanfaatan abu ampas tebu sebagai bahan tambah pembuatan paving block dapat meningkatkan kuat tekan paving block (Indriyanto 2001: 43).
Untuk mencegah kerusakan lahan akibat pengambilan tanah yang berlebihan yang digunakan untuk pembuatan batu bata maka perlu dicari alternatif bahan lain. Salah satu alternatif yang akan digunakan untuk mengatasi masalah diatas adalah dengan batako tidak berlubang dengan bahan tambah jerami padi (batang padi setelah pasca panen). Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian yang berupa jerami padi ini diharapkan akan mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan dapat mengurangi kerusakan lahan pertanian.
Pertanaman padi tidak hanya menghasilkan padi (gabah) tetapi juga jerami. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton setiap hektar pada masa panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Bila produksi padi dilakukan tiga kali setiap tahun, berarti jumlah gabah maupun jerami yang dihasilkan menjadi tiga kali lipat.
Ketersediaan jerami sebanyak ini biasanya digunakan untuk pakan ternak seperti sapi atau kerbau. Di beberapa daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, para petani memanfaatkan jerami untuk pakan ternak, seperti sapi potong, sapi perah, maupun kerbau. Jerami padi juga diolah untuk pupuk fermentasi, tetapi hal ini jarang sekali dilakukan di jaman modern ini. Biasanya tumpukan padi yang melimpah jumlahnya oleh para petani hanya dibakar saja,
karena mengingat lokasi persawahan harus segera dipersiapkan untuk segera diolah kembali.
Jerami juga merupakan salah satu tanaman yang mengandung serat dan telah digunakan produksi pulp dan kertas. Begitu juga pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan, semisal digunakan sebagai bahan penutup atap pada tempat peristirahatan atau cottage. Pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan dapat mengurangi dua pertiga jumlah batu bata yang dipakai dalam membangun dinding eksterior. Hal tersebut dibuktikan dengan pemanfataan jerami didaerah yang beriklim dingin (timur laut-cina), tumpukan jerami dipakai sebagai bahan dinding eksterior bangunan. Tumpukan jerami ini kemudian diplester kedua sisi. menghasilkan dinding setebal 45-60 cm yang kelihatannya mirip dengan dinding bata jemuran (adobe) atau batu, dengan demikian pemanfaatan jerami padi akan mengurangi polusi dan pemakaian tanah liat yang langka. Rumah-rumah yang dibangun dengan program tersebut sejauh ini mampu bertahan terhadap gempa karena dinding jerami yang ringan dan lentur ini mampu menyerap goncangan gempa (alambina-construction intelligence, htm, 2005).
Untuk menambah kekakuan pada cetakan jerami yang digunakan sebagai bahan tambah batako tidak berlubang, dapat ditambah dengan lem kayu yang banyak terdapat di toko-toko bangunan atau lem buatan yang dapat dibuat sendiri, seperti lem yang dibuat dari tepung tapioka atau pati kanji. Penggunaan lem kayu yang digunakan untuk menambah kekakuan jerami padi sehingga diharapkan dapat menambah kuat tekan pada pembuatan batako tidak berlubang.
Alasan lain penggunaan bahan jerami untuk bahan campuran beton ringan adalah menciptakan bangunan yang ramah lingkungan (Eco-Architecture) dengan sentuhan teknologi baru. Dibandingkan dengan batako biasa, batako dengan penambahan jerami padi ini dimungkinkan mempunyai berat yang lebih ringan, sehingga dapat digunakan pada daerah rawan gempa. Perlu diingat fakta menunjukkan bahwa bangunan adalah pengguna energi terbesar mulai dari konstruksi, bahan bangunan, saat bangunan beroperasi, perawatan hingga bangunan dihancurkan. Apabila dilakukan lifecycle analysis sebuah bangunan akan terlihat berbagai dampaknya terhadap lingkungan dan dapat disimpulkan biaya keseluruhan dari arsitektur yang tidak berkelanjutan adalah jauh lebih tinggi dari yang berkelanjutan (suistainable). Sehingga dengan meyakini Eco-Architecture ini akan menghemat biaya dalam jangka panjang.
Dengan melihat permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini akan mengembangkan penelitian mengenai penambahan jerami sebagai bahan tambah beton ringan yang digunakan sebagai konstruksi dinding. Oleh karena itu penulis mengambil judul ”Analisis Penambahan Jerami Padi Pada Beton Ringan Ditinjau Dari Kualitas Kuat Tekan ( BATAJER )”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang timbul berkaitan dengan penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kerusakan lahan pertanian yang semakin luas akibat pembuatan batu bata, sehingga dengan pembuatan batako tidak berlubang sebagai alternatif pengganti batu bata dapat mengurangi kerusakan lahan pertanian.
2. Jumlah jerami padi yang melimpah setelah pasca panen padi belum termanfaatkan, sehingga jerami padi hanya dinilai sebagai limbah pertanian saja.
3. Pemanfaatan jerami di Indonesia umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak saja, pupuk lokasi, media jamur dan hanya sebagian kecil termanfaatkan, sehingga termanfaatkannya jerami padi sebagai bahan tambah pembuatan batako tidak berlubang dapat termanfaatkan sebagai bahan bangunan.
4. Belum diketahui prosentase yang tepat pada penggunaan jerami padi sebagai bahan tambah batako tidak berlubang.
5. Belum diketahui kuat tekan batako tidak berlubang setelah ditambah dengan bahan tambah yaitu jerami padi.
6. Belum diketahui seberapa besar prosentase daya serap air (absorbsi) pada batako tidak berlubang.
7. Dimungkinkan berat batako tidak berlubang dengan bahan tambah jerami padi lebih ringan dari berat batako biasa.
8. Dimungkinkan penambahan jerami padi dapat meningkatkan kuat tekan batako tidak berlubang, sehingga dapat menekan penggunaan bahan pembuatan batako tidak berlubang (semen dan pasir).
C. Pembatasan Masalah
Ada beberapa permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Ada pengaruh penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
2. Daya resapan air pada batako tidak berlubang.
3. Prosentase optimal penambahan jerami padi untuk mencapai kuat tekan yang optimal pada batako tidak berlubang.
D. Perumusan Masalah
Dalam penelitian perumusan masalah sangat diperlukan, agar suatu penelitian dapat terarah dengan baik. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang?
2. Berapakah besarnya prosentase daya resapan air pada batako tidak berlubang?
3. Berapakah penambahan jerami padi dengan jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan optimal pada batako tidak berlubang?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
2. Untuk mengetahui seberapa besar prosentase daya resapan air pada batako tidak berlubang.
3. Untuk mengetahui penambahan jerami padi dengan jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan optimal pada batako tidak berlubang.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini begitu penting karena dapat menghasilkan informasi yang dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang ilmu bahan bangunan, pengaruh jerami padi sebagai bahan tambah terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
b. Untuk memanfaatkan jerami padi sebagai alternatif bahan bangunan khususnya sebagai konstruksi dinding.
c. Untuk mengurangi efek kerusakan lingkungan persawahan yang diakibatkan dari pembuatan batu bata.
d. Sebagai pembanding apabila ada penelitian sejenis sebagai penelitian pengembangan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi tentang jerami padi sebagai bahan tambahan dalam pengembangan pembuatan batako tidak berlubang.
b. Dengan diadakan penelitian ini diharapkan mendapatkan formula yang tepat, sehingga menghasilkan batako tidak berlubang dengan kuat tekan optimal.
PENDAHULUAN
A . Latar Belakang Masalah
Makin meningkatnya kebutuhan perumahan saat ini menyebabkan kebutuhan akan bahan bangunan semakin meningkat pula. Seperti kita ketahui bersama, bahan yang digunakan untuk bangunan terdiri dari bahan-bahan atap, dinding dan lantai. Salah satu masalah dilapangan saat ini yang perlu segera diatasi adalah masalah kebutuhan batu bata sebagai bahan dinding perumahan dan efek kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Sebagaimana diketahui, kebutuhan masyarakat akan perumahan tidak pernah surut bahkan selalu meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini dapat terlihat dari kenyataan bahwa perumahan yang dibuat selalu laku terjual.
Adapun salah satu permasalahan utama dalam menyediakan rumah di Indonesia adalah tingginya biaya konstruksi bangunan dan lahan. Selama ini berbagai penelitian sudah dilakukan tetapi masih belum ditemukan alternatif teknik konstruksi yang effisien serta penyediaan bahan bangunan dalam jumlah besar dan ekonomis. Hal tersebut dapat memberikan suatu alternatif untuk memanfaatkan limbah-limbah industri yang dibiarkan begitu saja. Limbah industri untuk bahan campuran beton ternyata mampu meningkatkan daya kuat tekan (Triwulan dkk, 2004). Bahan tambah tersebut dapat berupa abu terbang (fly ash), pozolan, abu sekam padi (rice husk ash), abu ampas tebu (bagase furnace), dan jerami padi (batang padi pasca panen).
Pozolan adalah bahan alam atau buatan yang sebagian besar terdiri dari unsur silikat dan atau aluminat yang reaktif. Pozolan sendiri tidak mempunyai sifat semen, akan tetapi dalam keadaan halus (lolos ayakan 0,21 mm) bereaksi dengan air dan kapur pada suhu normal (24-27o C) menjadi suatu masa padat yang tidak larut dalam air.
Sedangkan abu terbang (fly ash) dihasilkan dari sisa pembakaran batu bara yang merupakan sumber energi dalam proses industri, dihancurkan terlebih dahulu sebelum proses pembakaran. Serbuk batu bara dimasukkan kedalam
tungku pembakaran, yang kemudian mengalami perubahan fisik dan kimianya. Adapun abu sekam padi (rice husk ash) dihasilkan dari pembakaran sekam padi yang biasa dimanfaatkan untuk pembakaran untuk pembakaran bata merah atau genteng . Rahman Sudiyo (2008) menyatakan bahwa: ’’Sekam padi setelah dipurifikasi memiliki kandungan silika hingga 95%, sedangkan abu terbang memiliki kandungan 90%.”
Abu ampas tebu yang merupakan abu sisa pembakaran ampas tebu (bagase) sebagai bahan tambahan dalam mortar yang banyak memiliki kandungan senyawa silikat (SiO2) yang juga merupakan bahan baku utama dari semen biasa (portland), pemanfaatan abu ampas tebu sebagai bahan tambah pembuatan paving block dapat meningkatkan kuat tekan paving block (Indriyanto 2001: 43).
Untuk mencegah kerusakan lahan akibat pengambilan tanah yang berlebihan yang digunakan untuk pembuatan batu bata maka perlu dicari alternatif bahan lain. Salah satu alternatif yang akan digunakan untuk mengatasi masalah diatas adalah dengan batako tidak berlubang dengan bahan tambah jerami padi (batang padi setelah pasca panen). Dengan optimalisasi pemanfaatan limbah pertanian yang berupa jerami padi ini diharapkan akan mengurangi limbah yang mencemari lingkungan dan dapat mengurangi kerusakan lahan pertanian.
Pertanaman padi tidak hanya menghasilkan padi (gabah) tetapi juga jerami. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Produksi jerami padi bervariasi yaitu dapat mencapai 12-15 ton setiap hektar pada masa panen, atau 4-5 ton bahan kering tergantung pada lokasi dan jenis varietas tanaman yang digunakan. Bila produksi padi dilakukan tiga kali setiap tahun, berarti jumlah gabah maupun jerami yang dihasilkan menjadi tiga kali lipat.
Ketersediaan jerami sebanyak ini biasanya digunakan untuk pakan ternak seperti sapi atau kerbau. Di beberapa daerah di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur, para petani memanfaatkan jerami untuk pakan ternak, seperti sapi potong, sapi perah, maupun kerbau. Jerami padi juga diolah untuk pupuk fermentasi, tetapi hal ini jarang sekali dilakukan di jaman modern ini. Biasanya tumpukan padi yang melimpah jumlahnya oleh para petani hanya dibakar saja,
karena mengingat lokasi persawahan harus segera dipersiapkan untuk segera diolah kembali.
Jerami juga merupakan salah satu tanaman yang mengandung serat dan telah digunakan produksi pulp dan kertas. Begitu juga pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan, semisal digunakan sebagai bahan penutup atap pada tempat peristirahatan atau cottage. Pemanfaatan jerami sebagai bahan bangunan dapat mengurangi dua pertiga jumlah batu bata yang dipakai dalam membangun dinding eksterior. Hal tersebut dibuktikan dengan pemanfataan jerami didaerah yang beriklim dingin (timur laut-cina), tumpukan jerami dipakai sebagai bahan dinding eksterior bangunan. Tumpukan jerami ini kemudian diplester kedua sisi. menghasilkan dinding setebal 45-60 cm yang kelihatannya mirip dengan dinding bata jemuran (adobe) atau batu, dengan demikian pemanfaatan jerami padi akan mengurangi polusi dan pemakaian tanah liat yang langka. Rumah-rumah yang dibangun dengan program tersebut sejauh ini mampu bertahan terhadap gempa karena dinding jerami yang ringan dan lentur ini mampu menyerap goncangan gempa (alambina-construction intelligence, htm, 2005).
Untuk menambah kekakuan pada cetakan jerami yang digunakan sebagai bahan tambah batako tidak berlubang, dapat ditambah dengan lem kayu yang banyak terdapat di toko-toko bangunan atau lem buatan yang dapat dibuat sendiri, seperti lem yang dibuat dari tepung tapioka atau pati kanji. Penggunaan lem kayu yang digunakan untuk menambah kekakuan jerami padi sehingga diharapkan dapat menambah kuat tekan pada pembuatan batako tidak berlubang.
Alasan lain penggunaan bahan jerami untuk bahan campuran beton ringan adalah menciptakan bangunan yang ramah lingkungan (Eco-Architecture) dengan sentuhan teknologi baru. Dibandingkan dengan batako biasa, batako dengan penambahan jerami padi ini dimungkinkan mempunyai berat yang lebih ringan, sehingga dapat digunakan pada daerah rawan gempa. Perlu diingat fakta menunjukkan bahwa bangunan adalah pengguna energi terbesar mulai dari konstruksi, bahan bangunan, saat bangunan beroperasi, perawatan hingga bangunan dihancurkan. Apabila dilakukan lifecycle analysis sebuah bangunan akan terlihat berbagai dampaknya terhadap lingkungan dan dapat disimpulkan biaya keseluruhan dari arsitektur yang tidak berkelanjutan adalah jauh lebih tinggi dari yang berkelanjutan (suistainable). Sehingga dengan meyakini Eco-Architecture ini akan menghemat biaya dalam jangka panjang.
Dengan melihat permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini akan mengembangkan penelitian mengenai penambahan jerami sebagai bahan tambah beton ringan yang digunakan sebagai konstruksi dinding. Oleh karena itu penulis mengambil judul ”Analisis Penambahan Jerami Padi Pada Beton Ringan Ditinjau Dari Kualitas Kuat Tekan ( BATAJER )”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang timbul berkaitan dengan penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Kerusakan lahan pertanian yang semakin luas akibat pembuatan batu bata, sehingga dengan pembuatan batako tidak berlubang sebagai alternatif pengganti batu bata dapat mengurangi kerusakan lahan pertanian.
2. Jumlah jerami padi yang melimpah setelah pasca panen padi belum termanfaatkan, sehingga jerami padi hanya dinilai sebagai limbah pertanian saja.
3. Pemanfaatan jerami di Indonesia umumnya hanya digunakan sebagai pakan ternak saja, pupuk lokasi, media jamur dan hanya sebagian kecil termanfaatkan, sehingga termanfaatkannya jerami padi sebagai bahan tambah pembuatan batako tidak berlubang dapat termanfaatkan sebagai bahan bangunan.
4. Belum diketahui prosentase yang tepat pada penggunaan jerami padi sebagai bahan tambah batako tidak berlubang.
5. Belum diketahui kuat tekan batako tidak berlubang setelah ditambah dengan bahan tambah yaitu jerami padi.
6. Belum diketahui seberapa besar prosentase daya serap air (absorbsi) pada batako tidak berlubang.
7. Dimungkinkan berat batako tidak berlubang dengan bahan tambah jerami padi lebih ringan dari berat batako biasa.
8. Dimungkinkan penambahan jerami padi dapat meningkatkan kuat tekan batako tidak berlubang, sehingga dapat menekan penggunaan bahan pembuatan batako tidak berlubang (semen dan pasir).
C. Pembatasan Masalah
Ada beberapa permasalahan yang muncul dalam penelitian ini, agar permasalahan yang diteliti menjadi lebih jelas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
1. Ada pengaruh penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
2. Daya resapan air pada batako tidak berlubang.
3. Prosentase optimal penambahan jerami padi untuk mencapai kuat tekan yang optimal pada batako tidak berlubang.
D. Perumusan Masalah
Dalam penelitian perumusan masalah sangat diperlukan, agar suatu penelitian dapat terarah dengan baik. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang?
2. Berapakah besarnya prosentase daya resapan air pada batako tidak berlubang?
3. Berapakah penambahan jerami padi dengan jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan optimal pada batako tidak berlubang?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh penambahan jerami padi terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
2. Untuk mengetahui seberapa besar prosentase daya resapan air pada batako tidak berlubang.
3. Untuk mengetahui penambahan jerami padi dengan jumlah yang tepat untuk mencapai kuat tekan optimal pada batako tidak berlubang.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini begitu penting karena dapat menghasilkan informasi yang dapat memberikan jawaban terhadap permasalahan penelitian baik secara teoritis maupun secara praktis.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dibidang ilmu bahan bangunan, pengaruh jerami padi sebagai bahan tambah terhadap kuat tekan batako tidak berlubang.
b. Untuk memanfaatkan jerami padi sebagai alternatif bahan bangunan khususnya sebagai konstruksi dinding.
c. Untuk mengurangi efek kerusakan lingkungan persawahan yang diakibatkan dari pembuatan batu bata.
d. Sebagai pembanding apabila ada penelitian sejenis sebagai penelitian pengembangan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi tentang jerami padi sebagai bahan tambahan dalam pengembangan pembuatan batako tidak berlubang.
b. Dengan diadakan penelitian ini diharapkan mendapatkan formula yang tepat, sehingga menghasilkan batako tidak berlubang dengan kuat tekan optimal.
Selasa, 08 Juli 2008
rumah tahan gempa
PERENCANAAN BANGUNAN
RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA
1. Pengertian Umum Bencana
Secara umum ‘Bencana” dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian :
a. Bencana Alam
Misalnya : Gempa Bumi, Gunung Meletus, Banjir, Longsor, Angin
Topan, Kebakaran Hutan, Tanah Amblas, dsb.
b. Bencana akibat Kelalaian Manusia
Misalnya : Kebakaran, Bangunan Runtuh, dsb
2. Pengertian Umum ‘Gempa Bumi’
o ‘GEMPA BUMI’ merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat.
o Menurut ‘Teori Pelat Tektonik’, para ahli geologi mengasumsikan bahwa dunia terdiri dari beberapa lempengan yang mengambang, dimana masing-masing lempengan tersebut bergerak pada arah yang berlainan sehingga tabrakan/tumbukan antara dua atau lebih dari lempengan tersebut tidak dapat dihindari, dimana lempeng yang kuat akan melengkung ke atas, itulah peristiwa terjadinya ‘pegunungan’, sedangkan lempeng yang lemah akan terdesak ke bawah atau patah, peristiwa terjadi ‘jurang’.
Pada peristiwa tabrakan/tumbukan tersebut akan terjadinya gesekan antara dua atau lebih lempengan yang mengakibatkan adanya pelepasan ‘energi’ yang besar sekali, yang berpengaruh pada daerah- daerah yang lemah pada lempengan tersebut.
Bila daerah lemah berada di daerah puncak, akan terjadi ‘letusan gunung api’ yang diawali dengan adanya ‘gempa vulkanik’. Pada daerah di bawah, bila terjadi patahan pada lempengan, akan terjadi peristiwa ‘gempa tektonik’.
3. Filosofi Bangunan Tahan Gempa
Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb).
Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.
Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik
pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.
4. Pembagian Jalur ‘Gempa Bumi’ di Dunia
Di dunia ini, berdasarkan hasil pencatatan tentang gempa-gempa tektonik yang terjadi, terdapat 3 (tiga) Jalur Gempa Bumi, dimana Indonesia dilalui oleh 2 (dua) jalur tersebut.
a. Jalur Sirkum Pasific ( Circum Pacific Belt )
Antara lain melalui daerah-daerah Chili, Equador, Caribia, Amerika Tengah, Mexico, California, Columbia, Alaska, Jepang, Taiwan, Philipina, Indonesia (Sulawesi Utara, Irian), Selandia Baru, dan negara-negara Polinesia.
b. Jalur Trans Asia ( Trans Asiatic Belt )
Antara lain melalui daerah-daerah Azores, Mediterania, Maroko, Portugal, Italia, Rumania, Turki, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Myanmar, Indonesia (Bukit Barisan, Lepas pantai selatan P. Jawa, Kep. Sunda Kecil, Maluku).
c. Jalur Laut Atlantic ( Mid-Atlantic Oceanic Belt )
Antara lain melalui Splitbergen, Iceland dan Atlantik Selatan.
5. Pembagian Jalur ‘Gempa Bumi’ di Indonesia
Indonesia dibagi menjadi 6 Wilayah Gempa
6. Pengukuran Kekuatan ‘Gempa Bumi’
Terdapat 2 (dua) besaran yang biasa dipakai untuk mengukur kekuatan gempa bumi :
1) Magnitude ( M )
Yaitu suatu ukuran dari besarnya energi yang dilepaskan oleh Sumber
Gempa (hypocenter).
Skala yang biasa dipakai adalah Skala Magnitude dari Richter.
2) Intensitas Gempa ( MMI )
Yaitu besar kecilnya getaran permukaan di tempat bangunan berada. Skala Intensitas dibuat berdasarkan pengamatan manusia terhadap
derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa terhadap bangunan.
Skala Intensitas yang biasa digunakan adalah Skala Intensitas dari
Mercalli yang telah dimodifikasi.
7. Acuan yang dipergunakan
SNI – 03 - 1726 - 2002 (revisi) tentang “Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung”
8. Pengertian Rumah Sederhana
Rumah yang dibangun oleh masyarakat tanpa direncanakan dan dilaksanakan oleh para akhli pembangunan.
9. Beberapa Batasan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan
a. Denah Bangunan
Denah bangunan sebaiknya sederhana, simetris dan tidak terlalu panjang.
b. Atap Bangunan
Konstruksi atap harus menggunakan bahan yang ringan dan sederhana
c. Pondasi
o Sebaiknya tanah dasar pondasi merupakan tanah kering, padat, dan merata kekerasannya. Dasar pondasi sebaiknya lebih dalam dari 45 cm.
o Pondasi sebaiknya dibuat menerus keliling bangunan tanpa
terputus. Pondasi dinding penyekat juga dibuat menerus. Bila
pondasi terdiri dari batukali maka perlu dipasang balok pengikat/sloof sepanjang pondasi tersebut.
o Pondasi setempat perlu diikat kuat satu sama lain dengan memakai
balok pondasi.
Pondasi Umpak
Pondasi Umpak Tiang Kayu
Pondasi Setempat Beton Bertulang
10. Bangunan Rangka Bambu
Dengan dinding gedek atau anyaman bambu
Potongan rangka bangunan
Ikatan Detail Titik Buhul
Konstruksi Lantai Panggung
Catatan : Pemakaian bahan bambu untuk bangunan ini sebaiknya
diawetkan terlebih dahulu dengan cara diberi bahan pengawet
(misalnya garam wolman) atau direndam dalam air. Bambu yang dipakai harus yang tua dan kering.
11. Bangunan Rangka Kayu
Menggunakan Pondasi Umpak
Sistim Rangka Pemikul Kayu dengan Dinding Pengisi Bata
Detail hubungan Dinding Bata dengan kusen
Adukan untuk Tembok Bata Merah atau Batako
- Untuk Dinding
1 PC : ½ KP : 5 Pasir (baik sekali)
1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir
1 Kapur : 5 Trass
- Pondasi
1 Kapur : 4 trass
1 PC : ½ Kapur : 5 Pasir
1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir
Semua kayu yang dipergunakan harus kering dan diawetkan menurut persyaratan pengawetan kayu.
Panjang paku yang dipergunakan harus minimum 2.5 kali tebal kayu yang terkecil.
Kuda – kuda Papan Paku
12. Bangunan Pasangan Bata (Dinding Tembok)
a. Dinding
Sistem dinding pemikul
a) Bangunan sebaiknya tidak dibuat bertingkat
b) Besar lubang pintu dan jendela dibatasi. Jumlah lebar lubang- lubang dalam satu bidang dinding tidak melebihi ½ panjang dinding itu. Letak lubang pintu/jendela tidak terlalu dekat dengan sudut-sudut dinding, misalnya minimum 2 kali tebal dinding. Jarak antara dua lubang sebaiknya tidak kurang dari 2 kali tebal dinding. Ukuran bidang dinding juga dibatasi, misalnya tinggi maksimum 12 kali tebal dinding, dan panjangnya diantara dinding-dinding penyekat tidak melebihi 15 kali tebalnya.
c) Apabila bidang dinding diantara dinding-dinding penyekat lebih
besar daripada itu maka dipasang pilaster / tiang tembok. Balok lintel dibuat menerus keliling bangunan dan sekaligus berfungsi sebagai pengaku horizontal. Balok lintel tersebut perlu diikat kuat dengan pilaster.
d) Pilaster diperkuat dengan jangkar. Janghkar dapat terdiri dari
kawat anyaman ataupun seng tebal yang diberi lubang-lubang paku seperti parutan.
e) Pada bagian ats dinding dipasang balok pengikat keliling/ring
balok. Ring balok dijangkarkan dengan baik kepada pilaster.
f) Pada sudut-sudut pertemuan dinding, hubungan antara balok- balok pengikat keliling (ring balok) perlu dibuat kokoh.
g) Hubungan antara bidang-bidang dinding pada pertemuan dan sudut-sudut dinding perlu diperkuat dengan jangkar-jangkar. Jangkar dapat berupa seng tebal dengan lubang-lubang bekas paku atau berupa kawat anyaman.
h) Disekeliling lubang pintu dan jendela dapat dipasang perkuatan
ekstra
b. Persyaratan Bahan dan Pengerjaan
Bata Merah
Ukuran bentuk bata harus benar, tidak mudah patah atau pecah, sudutnya-sudutnya siku-siku, bebas dari debu dan kotoran yang menempel, bila diketuk ringan dengan benda keras berbunyi nyaring.
Sesaat sebelum dipakai, bata harus dibasahi dulu dengan air bersih. Hasil produksi bata merah tidak lazim di uji. Kualitas bata merah yang rendah disebut “bata rakyat” dan kualitas yang menengah dan baik disebut “ bata pabrik”.
Semen Portland
Harus memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) dan dihasilkan dari pabrik yang mempunyai riwayat kualitas yang baik.
Tempat penyimpanan semen harus terlindung dari kelembaban atau terlindung dari keadaan cuaca yang merusak, jarak minimal dasar penyimpanan 30 cm dari permukaan tanah.
Pasir
Tempat penimbunan pasir harus dibersihkan, pasir harus bersih dan bebas dari gumpalan tanah liat, zat alkali, bahan organik dan kotoran lain yang merusak. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila kadar lumpur melampaui 5 %, maka pasir tersebut harus dicuci.
Adukan pasangan tembok
Komposisi campuran untuk adukan yaitu 1 PC : 5 Pasir : dan 1 PC :
6 Pasir memenuhi persyaratan teknis pasangan bata.
Bentuk dan ukuran
Bentuk bata yang prismatis dan mempunyai sudut siku sangat membantu dalam kemudahan pemasangan dan menambah produktivitas pekerjaan.
Penyerapan (absorbsi)
Daya serap yang rendah nilainya dapat mengurangi penggunaan air pada adukan yang akan digunakan untuk pemasangan.
Kuat tekan
Nilai kuat tekan ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
P P = beban tekan (kg)
tk = (kg/cm2)
A A = luas permukaan yang ditekan
(cm2)
Kuat geser
P P = beban (kg)
= (kg/cm2)
A A = luas bidang geser (cm2)
Pekerjaan Pemasangan
Adukan diletakan, cukup untuk satu buah, bata diletakkan dengan cara seolah-olah pesawat udara mendarat. Dengan cara ini kita meletakannya pada posisi yang dituju sekaligus ujungnya menggaruk/mendorong sedikit adukan, untuk penyesuaian posisi cukup digeser kedepan dan kebelakang secara mendatar. Pasangan harus tetap datar dan tegak lurus dan gunakan tali pelurus. Tebal adukan siar 1 cm, dengan variasi 3 mm. Sebagai
penutup pasangan tembok diberikan plesteran dengan tebal 2 cm,
yang gunanya sebagai pelindung dari pengaruh cuaca, mekanik dan untuk meratakan permukaan pasangan.
Kecakapan pekerjaan
Ketrampilan kerja atau kecakapan tukang yang melaksanakan pekerjaan pasangan adalah sangat penting karena merupakan penentu terhadap kualitas pekerjaan pasangan.
13. Ketentuan untuk Rangka Pemikul Beton
Perkuatan dengan Rangka
Balok Pondasi, Kolom Praktis dan Balok Pengikat (Ring Balok)
Bangunan tembok dengan perkuatan sangat dianjurkan untuk daerah rawan gempa. Untuk dinding tembok sebaiknya memakai kolom praktis, balok pondasi, dan balok pengikat (ring balok) ini biasanya disebut rangka bangunan yang dapat dibuat dari beton bertulang maupun kayu.
Ikatan Kolom Struktur dengan Pondasi
Ikatan Kolom Struktur dan Balok, Ring Balok
Ikatan Ring Balok pada Sudut Pertemuan Dinding
Pemilihan Bahan
Semen Portland, Beton, Kerikil
Perkuatan dengan rangka beton bertulang boleh dibangun diseluruh wilayah gempa, dengan mutu campuran beton yang dianjurkan yaitu
1 PC : 2 Pasir : 3 Kerikil, bahan pasir dan kerikil harus bersih dari lumpur, pencampuran bahan tersebut menggunakan air setengah
(0,5) bagian. Untuk tulangan utama minimum pada kolom 4 buah
dengan ∅ 12 mm dan tulangan sengkang ∅ 8 mm dengan jarak 10 cm, dan untuk balok 4 buah dengan ∅ 12 mm dan tulangan sengkang ∅ 8 mm dengan jarak 15 cm. pada pertemuan pasangan dinding dibuat kolom praktis dengan tulang utama 4 buah dengan ∅
10 mm dan tulangan sengkang ∅ 8 mm dengan jarak 10 cm, serta masing-masing kolom dilengkapi dengan angkur sebagai pengikat.
RUMAH SEDERHANA TAHAN GEMPA
1. Pengertian Umum Bencana
Secara umum ‘Bencana” dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) bagian :
a. Bencana Alam
Misalnya : Gempa Bumi, Gunung Meletus, Banjir, Longsor, Angin
Topan, Kebakaran Hutan, Tanah Amblas, dsb.
b. Bencana akibat Kelalaian Manusia
Misalnya : Kebakaran, Bangunan Runtuh, dsb
2. Pengertian Umum ‘Gempa Bumi’
o ‘GEMPA BUMI’ merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat.
o Menurut ‘Teori Pelat Tektonik’, para ahli geologi mengasumsikan bahwa dunia terdiri dari beberapa lempengan yang mengambang, dimana masing-masing lempengan tersebut bergerak pada arah yang berlainan sehingga tabrakan/tumbukan antara dua atau lebih dari lempengan tersebut tidak dapat dihindari, dimana lempeng yang kuat akan melengkung ke atas, itulah peristiwa terjadinya ‘pegunungan’, sedangkan lempeng yang lemah akan terdesak ke bawah atau patah, peristiwa terjadi ‘jurang’.
Pada peristiwa tabrakan/tumbukan tersebut akan terjadinya gesekan antara dua atau lebih lempengan yang mengakibatkan adanya pelepasan ‘energi’ yang besar sekali, yang berpengaruh pada daerah- daerah yang lemah pada lempengan tersebut.
Bila daerah lemah berada di daerah puncak, akan terjadi ‘letusan gunung api’ yang diawali dengan adanya ‘gempa vulkanik’. Pada daerah di bawah, bila terjadi patahan pada lempengan, akan terjadi peristiwa ‘gempa tektonik’.
3. Filosofi Bangunan Tahan Gempa
Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb).
Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.
Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik
pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.
4. Pembagian Jalur ‘Gempa Bumi’ di Dunia
Di dunia ini, berdasarkan hasil pencatatan tentang gempa-gempa tektonik yang terjadi, terdapat 3 (tiga) Jalur Gempa Bumi, dimana Indonesia dilalui oleh 2 (dua) jalur tersebut.
a. Jalur Sirkum Pasific ( Circum Pacific Belt )
Antara lain melalui daerah-daerah Chili, Equador, Caribia, Amerika Tengah, Mexico, California, Columbia, Alaska, Jepang, Taiwan, Philipina, Indonesia (Sulawesi Utara, Irian), Selandia Baru, dan negara-negara Polinesia.
b. Jalur Trans Asia ( Trans Asiatic Belt )
Antara lain melalui daerah-daerah Azores, Mediterania, Maroko, Portugal, Italia, Rumania, Turki, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Myanmar, Indonesia (Bukit Barisan, Lepas pantai selatan P. Jawa, Kep. Sunda Kecil, Maluku).
c. Jalur Laut Atlantic ( Mid-Atlantic Oceanic Belt )
Antara lain melalui Splitbergen, Iceland dan Atlantik Selatan.
5. Pembagian Jalur ‘Gempa Bumi’ di Indonesia
Indonesia dibagi menjadi 6 Wilayah Gempa
6. Pengukuran Kekuatan ‘Gempa Bumi’
Terdapat 2 (dua) besaran yang biasa dipakai untuk mengukur kekuatan gempa bumi :
1) Magnitude ( M )
Yaitu suatu ukuran dari besarnya energi yang dilepaskan oleh Sumber
Gempa (hypocenter).
Skala yang biasa dipakai adalah Skala Magnitude dari Richter.
2) Intensitas Gempa ( MMI )
Yaitu besar kecilnya getaran permukaan di tempat bangunan berada. Skala Intensitas dibuat berdasarkan pengamatan manusia terhadap
derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa terhadap bangunan.
Skala Intensitas yang biasa digunakan adalah Skala Intensitas dari
Mercalli yang telah dimodifikasi.
7. Acuan yang dipergunakan
SNI – 03 - 1726 - 2002 (revisi) tentang “Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung”
8. Pengertian Rumah Sederhana
Rumah yang dibangun oleh masyarakat tanpa direncanakan dan dilaksanakan oleh para akhli pembangunan.
9. Beberapa Batasan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan
a. Denah Bangunan
Denah bangunan sebaiknya sederhana, simetris dan tidak terlalu panjang.
b. Atap Bangunan
Konstruksi atap harus menggunakan bahan yang ringan dan sederhana
c. Pondasi
o Sebaiknya tanah dasar pondasi merupakan tanah kering, padat, dan merata kekerasannya. Dasar pondasi sebaiknya lebih dalam dari 45 cm.
o Pondasi sebaiknya dibuat menerus keliling bangunan tanpa
terputus. Pondasi dinding penyekat juga dibuat menerus. Bila
pondasi terdiri dari batukali maka perlu dipasang balok pengikat/sloof sepanjang pondasi tersebut.
o Pondasi setempat perlu diikat kuat satu sama lain dengan memakai
balok pondasi.
Pondasi Umpak
Pondasi Umpak Tiang Kayu
Pondasi Setempat Beton Bertulang
10. Bangunan Rangka Bambu
Dengan dinding gedek atau anyaman bambu
Potongan rangka bangunan
Ikatan Detail Titik Buhul
Konstruksi Lantai Panggung
Catatan : Pemakaian bahan bambu untuk bangunan ini sebaiknya
diawetkan terlebih dahulu dengan cara diberi bahan pengawet
(misalnya garam wolman) atau direndam dalam air. Bambu yang dipakai harus yang tua dan kering.
11. Bangunan Rangka Kayu
Menggunakan Pondasi Umpak
Sistim Rangka Pemikul Kayu dengan Dinding Pengisi Bata
Detail hubungan Dinding Bata dengan kusen
Adukan untuk Tembok Bata Merah atau Batako
- Untuk Dinding
1 PC : ½ KP : 5 Pasir (baik sekali)
1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir
1 Kapur : 5 Trass
- Pondasi
1 Kapur : 4 trass
1 PC : ½ Kapur : 5 Pasir
1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir
Semua kayu yang dipergunakan harus kering dan diawetkan menurut persyaratan pengawetan kayu.
Panjang paku yang dipergunakan harus minimum 2.5 kali tebal kayu yang terkecil.
Kuda – kuda Papan Paku
12. Bangunan Pasangan Bata (Dinding Tembok)
a. Dinding
Sistem dinding pemikul
a) Bangunan sebaiknya tidak dibuat bertingkat
b) Besar lubang pintu dan jendela dibatasi. Jumlah lebar lubang- lubang dalam satu bidang dinding tidak melebihi ½ panjang dinding itu. Letak lubang pintu/jendela tidak terlalu dekat dengan sudut-sudut dinding, misalnya minimum 2 kali tebal dinding. Jarak antara dua lubang sebaiknya tidak kurang dari 2 kali tebal dinding. Ukuran bidang dinding juga dibatasi, misalnya tinggi maksimum 12 kali tebal dinding, dan panjangnya diantara dinding-dinding penyekat tidak melebihi 15 kali tebalnya.
c) Apabila bidang dinding diantara dinding-dinding penyekat lebih
besar daripada itu maka dipasang pilaster / tiang tembok. Balok lintel dibuat menerus keliling bangunan dan sekaligus berfungsi sebagai pengaku horizontal. Balok lintel tersebut perlu diikat kuat dengan pilaster.
d) Pilaster diperkuat dengan jangkar. Janghkar dapat terdiri dari
kawat anyaman ataupun seng tebal yang diberi lubang-lubang paku seperti parutan.
e) Pada bagian ats dinding dipasang balok pengikat keliling/ring
balok. Ring balok dijangkarkan dengan baik kepada pilaster.
f) Pada sudut-sudut pertemuan dinding, hubungan antara balok- balok pengikat keliling (ring balok) perlu dibuat kokoh.
g) Hubungan antara bidang-bidang dinding pada pertemuan dan sudut-sudut dinding perlu diperkuat dengan jangkar-jangkar. Jangkar dapat berupa seng tebal dengan lubang-lubang bekas paku atau berupa kawat anyaman.
h) Disekeliling lubang pintu dan jendela dapat dipasang perkuatan
ekstra
b. Persyaratan Bahan dan Pengerjaan
Bata Merah
Ukuran bentuk bata harus benar, tidak mudah patah atau pecah, sudutnya-sudutnya siku-siku, bebas dari debu dan kotoran yang menempel, bila diketuk ringan dengan benda keras berbunyi nyaring.
Sesaat sebelum dipakai, bata harus dibasahi dulu dengan air bersih. Hasil produksi bata merah tidak lazim di uji. Kualitas bata merah yang rendah disebut “bata rakyat” dan kualitas yang menengah dan baik disebut “ bata pabrik”.
Semen Portland
Harus memenuhi Standar Industri Indonesia (SII) dan dihasilkan dari pabrik yang mempunyai riwayat kualitas yang baik.
Tempat penyimpanan semen harus terlindung dari kelembaban atau terlindung dari keadaan cuaca yang merusak, jarak minimal dasar penyimpanan 30 cm dari permukaan tanah.
Pasir
Tempat penimbunan pasir harus dibersihkan, pasir harus bersih dan bebas dari gumpalan tanah liat, zat alkali, bahan organik dan kotoran lain yang merusak. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 %, apabila kadar lumpur melampaui 5 %, maka pasir tersebut harus dicuci.
Adukan pasangan tembok
Komposisi campuran untuk adukan yaitu 1 PC : 5 Pasir : dan 1 PC :
6 Pasir memenuhi persyaratan teknis pasangan bata.
Bentuk dan ukuran
Bentuk bata yang prismatis dan mempunyai sudut siku sangat membantu dalam kemudahan pemasangan dan menambah produktivitas pekerjaan.
Penyerapan (absorbsi)
Daya serap yang rendah nilainya dapat mengurangi penggunaan air pada adukan yang akan digunakan untuk pemasangan.
Kuat tekan
Nilai kuat tekan ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
P P = beban tekan (kg)
tk = (kg/cm2)
A A = luas permukaan yang ditekan
(cm2)
Kuat geser
P P = beban (kg)
= (kg/cm2)
A A = luas bidang geser (cm2)
Pekerjaan Pemasangan
Adukan diletakan, cukup untuk satu buah, bata diletakkan dengan cara seolah-olah pesawat udara mendarat. Dengan cara ini kita meletakannya pada posisi yang dituju sekaligus ujungnya menggaruk/mendorong sedikit adukan, untuk penyesuaian posisi cukup digeser kedepan dan kebelakang secara mendatar. Pasangan harus tetap datar dan tegak lurus dan gunakan tali pelurus. Tebal adukan siar 1 cm, dengan variasi 3 mm. Sebagai
penutup pasangan tembok diberikan plesteran dengan tebal 2 cm,
yang gunanya sebagai pelindung dari pengaruh cuaca, mekanik dan untuk meratakan permukaan pasangan.
Kecakapan pekerjaan
Ketrampilan kerja atau kecakapan tukang yang melaksanakan pekerjaan pasangan adalah sangat penting karena merupakan penentu terhadap kualitas pekerjaan pasangan.
13. Ketentuan untuk Rangka Pemikul Beton
Perkuatan dengan Rangka
Balok Pondasi, Kolom Praktis dan Balok Pengikat (Ring Balok)
Bangunan tembok dengan perkuatan sangat dianjurkan untuk daerah rawan gempa. Untuk dinding tembok sebaiknya memakai kolom praktis, balok pondasi, dan balok pengikat (ring balok) ini biasanya disebut rangka bangunan yang dapat dibuat dari beton bertulang maupun kayu.
Ikatan Kolom Struktur dengan Pondasi
Ikatan Kolom Struktur dan Balok, Ring Balok
Ikatan Ring Balok pada Sudut Pertemuan Dinding
Pemilihan Bahan
Semen Portland, Beton, Kerikil
Perkuatan dengan rangka beton bertulang boleh dibangun diseluruh wilayah gempa, dengan mutu campuran beton yang dianjurkan yaitu
1 PC : 2 Pasir : 3 Kerikil, bahan pasir dan kerikil harus bersih dari lumpur, pencampuran bahan tersebut menggunakan air setengah
(0,5) bagian. Untuk tulangan utama minimum pada kolom 4 buah
dengan ∅ 12 mm dan tulangan sengkang ∅ 8 mm dengan jarak 10 cm, dan untuk balok 4 buah dengan ∅ 12 mm dan tulangan sengkang ∅ 8 mm dengan jarak 15 cm. pada pertemuan pasangan dinding dibuat kolom praktis dengan tulang utama 4 buah dengan ∅
10 mm dan tulangan sengkang ∅ 8 mm dengan jarak 10 cm, serta masing-masing kolom dilengkapi dengan angkur sebagai pengikat.
Langganan:
Postingan (Atom)